REFLEKSI

PERKULIAHAN KAJIAN KURIKULUM MATEMATIKA

 

Nama/NIM      : Yuliana/20703261052

Pertemuan       : 6

Hari/Tanggal   : Kamis, 18 Maret 2021

Pengampu       : Prof. Dr. Marsigit, M.A

A.       Refleksi Perkuliahan

1. Perkuliahan kajian kurikulum Matematika dilaksanakan secara daring via googlemeet. Pengampu memulainya dengan memberikan motivasi mengenai pentingnya dalam berkomunikasi. Fungsi berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran begitu besar. Proses belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik akan semakin berbobot dengan sendirinya apabila ada komunikasi yang baik antara keduanya. Dalam hal ini, kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan terhadap anak didik akan berjalan dengan baik, apabila komunikasi juga berjalan dengan baik pula (Malik, 2014). Walaupun melalui pembelajaran daring, komunikasi verbal dan non verbal masih tetap berjalan, seperti melihat, diskusi, mendengar, bertanya, dan menulis. Pembelajaran daring menjadi semakin bermakna, apabila ditanamkan nilai ekspektasi dan moral. Nilai ekspektasi dapat berupa adanya transfer ilmu pengetahuan (materi) dan adanya tujuan yang jelas dari pembelajaran tersebut, sedangkan nilai moral seperti membiasakan peserta didik untuk bersikap mandiri, jujur, dan disiplin. Sejalan yang disampaikan oleh pengampu, pembelajaran daring dapat menumbuhkan nilai-nilai pendidikan karakter seperti ketrampilan teknologi, kemandirian belajar, sikap, dan tanggung jawab (Santika, 2020).

2.   Perguruan tinggi mempunyai tiga tugas utama yang disebut dengan tridharma PT, meliputi dharma pengajaran, dharma penelitian, dan dharma pengabdian/layanan masyarakat. Menurut (Masan, 2018), tugas utama perguruan tinggi tersusun atas teaching, research, and service. Ketiganya harus dapat sejalan dengan baik.

3. Menurut tingkatan dalam dharma pengajaran, pengajaran di perguruan tinggi dapat diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan kualitas, meliputi pengajaran berbasis teaching (teaching university), pengajaran berbasis riset sekarang sedang tumbuh dan berkembang (research university), dan pengajaran berbasis hidup membangun kontrukivisme (universitas membangun) tulang punggungnya adalah hermenitika.

Pembelajaran berbasis teaching merupakan tingkatan terbawah dalam pendidikan yang tergambar dalam suatu kelas dengan metode berceramah. Pendidik lebih dominan dan lebih aktif, dibandingkan dengan peserta didiknya.

Tingkatan kedua merupakan pembelajaran berbasis riset, seperti pembelajaran berbasis laboratorium (jurusan-jurusan MIPA). Dalam pembelajaran berbasis riset,  pendidik dan peserta didik berkolaborasi untuk melakukan penelitian-penelitian. Ruang lingkup dari penelitian terdiri dari riset dan kajian pustaka. Dalam riset mengandung muatan referensi dan produk. Dengan melihat referensi, penelitian dapat tergambar dengan jelas keaslian penelitian, persamaan serta perbedaan dengan penelitian orang lain, maupun keterbaharuan (novelty) penelitian tersebut. Melalui referensi tersebut, penelitian akan terhindar dari bentuk-bentuk plagiarism. Bentuk-bentuk plagiarism ada beberapa macam, antara lain secondary source, invalid source, duplication, paraphrasing, repetitive research dan sebagainya (Faizuddin, 2017). Kualitas riset dapat ditentukan oleh kualitas referensi yang mendasari dari penelitian tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa sebenar-benarnya referensi adalah riset, sebaliknya sebenar-benaranya riset adalah referensi. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan bahwa riset dan referensi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bagaimanakah cara melihat kualitas referensi? Peneliti dapat melihat kualitas penulis, kualitas penerbit, dan kualitas merujuknya. Dalam hal cara merujuk referensi dapat diklasifikasikan menjadi 3 cara, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Bahkan kualitasnya secara hierarki urut dari tinggi ke rendah.

Dalam riset memuat data-data scientifik karena data-data dalam penelitian diperoleh dengan metode (cara) ilmiah dan langkah-langkah ilmiah. Cara ilmiah merupakan kegiatan penelitian yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan seperti rasional, empiris, dan sistematis (Sugiyono, 2013). Adapaun, langkah-langkah ilmiah dalam penelitian, yaitu merumuskan masalah, tujuan, hipotesis, pengumpulan data, analisis, dan menyusun kesimpulan. Dengan melihat cara dan langkahnya, produk dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan kebenaran (logis/valid) konsepnya, mempunyain muatan nilai moral yang terkandung didalamnya, serta dapat dirujuk manfaat penelitian bagi kehidupan manusia (amanah)

4.      Referensi juga menjadi arah rujukan dalam penentuan suatu kebijakan, misalnya kebijakan dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum pendidikan. Mengapa demikian? Seperti yang diutarakan oleh pengampu, ada 4 prinsip keilmuan (referensi). Sejalan dengan pengampu, prinsip referensi meliputi sintesis, antitesis, apriori, dan apostiori. Dalam perkuliahan, pengampu menjabarkan masing-masing prinsip tersebut. Sintesis adalah kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun suatu pandangan atau konsep. Apesteriori menurut istilah adalah menunjukkan sejenis pengetahuan yang dapat dicapai hanya dari pengalaman, maka dari itu pengetahuan dapat dirumuskan hanya setelah observasi dan eksperimen. Berbeda dengan apesteriori, apriori digunakan dengan mengacu kepada kesimpulan-kesimpulan yang diasalkan dari apa yang sudah ditentukan, dan bukan dari pengalaman. Hal ini sesuai dengan pandangan Immanuel Kant.

5.      Pengembangan kurikulum yang bagus harus memenuhi prinsip keilmuan. Kurikulum harus bersifat logis, yang berarti bahwa hubungan konsep-konsep yang digunakan dalam mengembangkan kurikulum harus saling konsisten dan dituntun oleh referensi, bersifat realitis, yang berarti bahwa sesuai dengan realita, logika, dan perkembangan zaman, bersifat valid yang berarti bahwa yang berarti konsep-konsep yang digunakan sesuai dengan referensi, dan bersifat subtansial, yang artinya bahwa pengembangan kurikulum mempunyai arah untuk pengembangan kurikulum berikutnya. Pernyataan ini sejalan dengan pengembangan kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah berakhir (Mubarak, 2016). Dalam mengembangkan kurikulum, kurikulum harus diujicobakan terdahulu. Sesuai dengan prinsip keilmuan, melalui uji coba tersebut kurikulum dapat menghasilkan model dan persepsi-persepsi yang dapat dipertanggungjawabkan..

6.     Setelah menjelaskan berbagai prinsip-prinsip dalam mengembangkan kurikulum, pengampu menerangkan pentingnya instrumen yang harus dipersiapkan dalam mengembangakan kurikulum. Instrumen dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menetapkan aspek-aspek atau indikator-indikator yang harus ada dalam pengembangan instrumen penilaian proses (Suyasa & Divayana, 2017). Hal ini juga diperkuat oleh pendapat pengampu, bahwa pentingnya instrumen sebagai alat ukur. Menurut pengampu, beberapa aspek yang diperhatikan dalam penyusunan aspek instrumen kurikulum meliputi : subjek didik (peserta didik), metode pembelajaran, ICT, penilaian, skema/skenario, learning trajektori, silabus, dan pemetaan MK (mata pelajaran). Hal ini juga ditegaskan bahwa komponen atau elemen atau unsur yang terdapat dalam kurikulum, terdiri dari : tujuan, materi atau pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi (Baderiah, 2018).

B.     Kesimpulan

Dari perkuliahan ini dapat dibuat kesimpulan bahwa (1) pentingnya komunikasi dalam pembelajaran, (2) pentingnya referensi dalam penelitian, (3) prinsip-prinsip dalam mengembangkan kurikulum, dan (4) pentingnya instrumen dalam pengembangan kurikulum.

 

Referensi :

Baderiah. (2018). Buku ajar pengembangan kurikulum-Baderiah-IAIN Palopo-2018.pdf.

Faizuddin, H. (2017). Plagiarism dalam Karya atau Publikasi Ilmiah dan Langkah Strategis Pencegahannya. Libria, 9(1), 103–114.

Malik, A. (2014). Fungsi Komunikasi Antara Guru dan Siswa dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan (Studi Kasus Proses Belajar Mengajar pada SMP Negeri 3 Sindue). INTERAKSI: Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(2), 168–173. https://doi.org/10.14710/interaksi,3,2,168-173

Masan, M. (2018). Peran Dosen Dalam Mengembangkan Karakter Mahasiswa. Humaniora, 4(2), 800–810. https://doi.org/10.32734/st.v2i2.550

Mubarak, R. (2016). Pengembangan Kurikulum Sekolah Dasar. Madrasah, 6(2), 24. https://doi.org/10.18860/jt.v6i2.3295

Santika, I. W. E. (2020). Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Daring. Indonesian Values and Character Education Journal, 3(1), 8–19.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitisn Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D) (16th ed.). BAndung: Alfabeta.

Suyasa, W. A., & Divayana, D. G. H. (2017). Pengembangan Instrumen Penilaian Pembelajaran. Seminar Nasional Vokasi Dan Teknologi (SEMNASVOKTEK), 249–254.